Menu

Thursday 27 March 2014

Tausyiyah Terakhir (Bagian Dua)

Kalau belum, baca dulu bagian satunya di Tausyiyah Terakhir (Bagian Satu) bro ;)

***


Jujur, ada sedikit rasa khawatir. Gw pribadi tau kalo Halimun merupakan salah satu gunung yang terkenal angker. Banyak hal-hal mistis disini. Tapi masa iya yang gw rasain pada saat itu salah satu hal mistis? Rasanya semua normal-normal aja, kalaupn ada yang janggal ya itu: kemana orang-orang?!

Pikiran itu terbuang seketika. Sesuai niat, siang itu tafakkur dimulai. Ada tugas. Masing-masing dari kami diminta menceritakan kembali dalam bentuk tausyiyah mengenai peperangan yang pernah umat Islam alami. Kalau ga salah inget, yang kami kumpulkan itu Perang Badar, Perang Uhud, Perang Hunain, dan Perang Salib.
Setelah itu, mulailah tausyiyah dari murabbi kami. Belum banyak yang beliau sampaikan cuaca kembali berubah. Hujan deras! Dingin kembali menghampiri. Semua peralatan anti-dingin dikeluarkan. Hujan semakin deras, lingkaran kamipun semakin merapat. Tausyiyah terhenti. Tidak dilanjutkan. Rasa dingin menyeruak sampai ke dalam tulang. Galih bahkan menutup seluruh kepalanya dengan kupluk. Bukan terlihat seperti orang kedinginan lagi, lebih!

“Dingin banget ya Allah…!” gw mulai mengeluh. Tak lama ada yang menimpali,

“Antum bersyukur akh rada gemuk. Lah ane tinggal sisa tulang doang ini sama kentut..”

Lutfi yang menimpali. Dari kami semua, memang Lutfi ini yang paling kurus. Keadaan begini, sempet-sempetnya dia bercanda coba haduh…

“Kalau ini pertemuan terakhir kita….”

Gw terhenyak denger kata-kata itu. Kaget bukan main! Sontak mata dan pandangan ini langsung menghadap ke arah beliau. Begitupun dengan yang lain.

“Kalau ini pertemuan terakhir kita, ana mau antum semua simpan baik-baik semua tausyiyah yang tadi sama-sama di dengar.. Taruh semua kesan pesan saudara-saudara antum semua bersama tausyiyah tersebut. Simpan dan amankan dalam mushaf kalian masing-masing….”

Suasana tiba-tiba jadi hening. Hening plus dingin!

“Kakak ngomong apaan sih kak? Jangan gitu, kita pasti bisa. Pasti! Insyaa Allah.” Begitu kira-kira tanggapan Galih. Dia berusaha meyakinkan kami semua. Gw sendiri agak pesimistis waktu itu, hehe….

Dalam keterbatasan dan kedinginan, gw (kami semua pastinya) berharap hujan badai ini segera berhenti. Itulah pertama kalinya gw merasa lingkaran ini tidak hangat. Dengan segala upaya gw berusaha nyalain kompor di tengah-tengah lingkaran. Berkali-kali dicoba, api tak kunjung hidup. Lembab dan dingin tentu faktor utama. Alhamdulillah setelah beberapa kali mencoba, api menyala. Satu hal yang terbesit adalah: menghangatkan diri!

Masak air saat itu lama sekali, rasanya air yang direbus tak kunjung mendidih. Mungkin karena cuacanya juga yang sangat dingin. Masih ingat kala itu sereal energen jadi pilihan untuk menghangatkan diri. Tak lama mendidih, kami langsung santap bergantian dengan hanya satu sendok. Bukan lebay atau apa, dinginnya cuaca membuat kami sulit bergerak walaupun hanya sekedar mencari sendok di tas. Sekali lagi bukannya lebay, tapi jujur kalau bergerak rasanya badan ini ngilu karena dingin. Masyaa Allah..


Dalam ragu dan kedinginan, gw mencoba memulai percakapan…

“Kak, kita harus bergerak kak. Kita harus turun. Kalau cuma disini, namanya nunggu yang ga pasti.”

Ternyata ga butuh waktu lama untuk meyakinkan semuanya. Berselang menguatkan diri mencoba menerobos hujan badai ini. Bismillah. Harus yakin bisa! Kamipun membereskan perlengkapan secepat mungkin dan sebisa mungkin ga ada yang tertinggal. Sampai-sampai saat membereskan, ga ada satupun dari kami yang bercakap-cakap. Running out of the time!

"Crrreeeeekkkk...." dahan yang cukup besar jatuh dari ketinggian..

"Awas!!" seru Febri yang ada tepat di belakang gw..

"Brakk!!" ternyata dahan yang cukup besar itu jatuh di bahu gw. Dan yang lari malah si Lutfi, hehe.. Alhamdulillah ga kenapa-kenapa. Kamipun melanjutkan 'petualangan' ini.

Sepanjang jalan hujan deras masih terasa. Intensitasnya memang semakin berkurang. Tapi jarak pandang sangat amat terbatas. Banyak pohon yang tumbang selama dalam perjalanan turun, bahkan sampai ada yang menutupi jalur!

Setengah berlari kami turun. Lebih baik begitu memang. Dengan setengah berlari suhu tubuh perlahan menghangat karena banyak energi yang digunakan. Alhamdulillahnya, perlahan mulai mereda. Bersyukur banget. Tak lama berselang, hujan benar-benar reda. Tapi tak mampu menutupi akibatnya: banyak pohon tumbang! Dan satu lagi, gw ga ketemu sama pendaki-pendaki lain sejak tadi pagi!

Akhirnya, kami sampai juga di pos dua. Pos dimana kami bermalam. Disana kami melapor. Alangkah terkejutnya ketika menyadari kalau hanya kami yang melakukan pendakian hari itu! Pantesan aja gw ga liat orang lain selain kami! Ternyata di pos dua kemarin ada imbauan untuk tidak melanjutkan perjalanan karena potensi cuaca buruk. Sayangnya, entah karena kami yang ngecamp di tempat yang tidak lazim, entah pengimbaunya yang secara tidak sengaja melewati kami, sehingga pada akhirnya kami tidak mengetahui imbauan tersebut.

Yaa, terlepas dari itu semua, rasa syukur tetap harus dipanjatkan. Ada banyak hal yang dapat disyukuri dari perjalanan tersebut. Perjalanan hidup yang sungguh sangat amat berharga. Perjalanan yang mau diceritakan ulang, tapi tidak mau untuk dialami ulang.

Alhamdulillah, keputusan untuk turun ternyata sangat tepat. Ga kebayang apa jadinya kalau harus menunggu disana. Kalau harus menunggu, mungkin akhir cerita ini juga akan berubah, mungkin. Yup! Alhamdulillah masih diberi kesempatan: bukan tausyiyah yang terakhir. Semangat bro!

:)

No comments:

Post a Comment