Menu

Wednesday, 26 March 2014

Tausyiyah Terakhir (Bagian Satu)



Sabtu pagi itu tidak biasa. Pagi-pagi banget gw dan tiga orang lainnya, Galih, Lutfi, dan Febri berkumpul di Masjid Raya Ciledug. Bukan, bukan mau denger kajian dhuha. Tapi mau mukhayam di Gunung Halimun. Mau tafakkur alam. Dan ini sangat spesial. Kenapa? Karena perjalanan ini adalah pengalaman pertama kami semua dalam hal pendakian!

Belum apa-apa, sandal Lutfi sudah putus. Akhirnya, keberangkatan tertunda sebentar selagi Lutfi membeli sandal baru. Kami janjian di stasiun Bogor. Ga hanya berempat. Disana kami bertemu murabbi. Tak lupa Kami pun saling mengecek bawaan. Dari awal memang berasa ada yang kurang, dan bener aja, kami bawa dua kompor tapi hanya dengan satu panci! Astaghfirullah…
Satu lagi, kami juga ga bawa kamera. Alhasil ga ada satu momen pun yang akan terekam dalam jepretan-jepretan. HP kamera? Tahun 2005 itu barang mahal bro, hehe..

Karena hari sudah menjelang sore. Akhirnya kami harus mengikhlaskan satu kompor yang jadi useless tersebut. Ga mungkin lagi nyari panci. Bisa-bisa terlambat naik nanti. Perjalanan akhirnya dilanjutkan sambil was-was semoga tidak terjadi hal-hal buruk di halimun nanti. Maklum, ini pendakian pertama. Kecuali murabbi kami tentunya.

Tidak seperti yang diinginkan bagi pendaki-pendaki newbie, Halimun tampak mendung sore itu. Rasa khawatir menyeruak. Kalau hujan nanti gimana? Kalau badai? Aiih, pikiran udah melayang kemana-mana. Tapi semangat ini masih membara dalam satu kalimat: Lanjutkan perjuangan ini!

Setelah melengkapi administrasi dan registrasi di pintu masuk, kami memulai pendakian. Bismillah! Berangkat penuh semangat!

Halimun menyambut. Aroma khas pegunungan mulai terasa. Semakin ke dalam semakin serasa di hutan belantara. Semakin ke dalam semakin terdengar suara-suara alam. Gemericik air, gesekan daun-daun yang diterpa angin, suara jangkrik, serta suara-suara alam lainnya menyatu pada heningnya suasana perjalanan hari itu. Syahdu terdengar, seolah mendungpun menyatu membawa ketenangan.


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
QS Ali Imran : 190-191

Baru juga di pos dua tapi hujan deras sudah menyambut. Karena cuaca juga mulai gelap, akhirnya kami memutuskan untuk bermalam di pos dua. Kami pilih daerah yang paling dekat dengan sumber air. Tenda yang kami bawa memang tidak begitu besar. Tapi dengan berbagi, semua kebagian.

Sejujurnya, bermalam pada hari itu ga nyaman banget! Tenda untuk tiga orang kami paksakan untuk berlima. Pastinya saling berhimpit. Hujan pula. Tenda kami tak luput dari bocor. Rasanya malam ini ingin cepat selesai berganti pagi. Njuk, tiba-tiba malah kangen kehangatan dan kenyamanan tempat tidur yang ada di rumah! Ya Allah. Baru di pos dua, rasa syukur gw udah di uji!

Malam itu, gw bener-bener diajarin bersyukur. Malam yang 180 derajat berbeda dari yang gw alami dirumah. Biasanya malam dirumah penuh kehangatan nonton tv atau sambil ngobrol bareng keluarga sambil nyruput teh anget. Tapi ini malah jadi pengalaman pertama di tengah hutan belantara, kedinginan, kehujanan, tanpa TV ataupun radio --- hanya bunyi-bunyi alam dari hujan dan hewan malam, harus berbagi tempat dan makanan ditenda kecil yang bocor, tidurpun ga nyenyak, pokoknya berasa jauh dari peradaban. Kalau disimpulkan: malam itu bener-bener hal yang ga diharapkan!

Pagi itu, seusai sarapan kami melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat, kami cek lagi supaya ga ada satupun yang tertinggal. Bawaan terasa lebih berat karena basah. Wajar basah, semalam kan ujan gede. Tapi ada sedikit yang aneh, kemana orang-orang yang kemarin ikut bermalam di sekitar tenda? Pertanyaan itu tidak berlangsung lama karena gw pikir mereka pasti berangkat lebih awal. Tapi, benarkah begitu?


Sepanjang perjalanan ditemani gerimis dan disuguhi pemandangan yang bikin mata melotot walaupun sisa-sisa kabut juga masih terlihat. Jalan-jalan licin membuat kami harus tetap waspada. Obrolan dan candaan selama perjalanan membuat kami rileks dan tetap semangat menatap tujuan. Akhirnya setelah beberapa jam, tibalah kami di puncak perjalanan. Alhamdulillah! Rasa lelah hilang seketika melihat keindahan alam. Aneh, ada yang aneh tapi. Hanya kami yang ada disana! Pendaki lain? Tidak ada!

No comments:

Post a Comment