Sabtu pagi itu tidak biasa. Pagi-pagi
banget gw dan tiga orang lainnya, Galih, Lutfi, dan Febri berkumpul di Masjid
Raya Ciledug. Bukan, bukan mau denger kajian dhuha. Tapi mau mukhayam di Gunung
Halimun. Mau tafakkur alam. Dan ini sangat spesial. Kenapa? Karena perjalanan
ini adalah pengalaman pertama kami semua dalam hal pendakian!
Belum apa-apa, sandal Lutfi sudah
putus. Akhirnya, keberangkatan tertunda sebentar selagi Lutfi membeli sandal
baru. Kami janjian di stasiun Bogor. Ga hanya berempat. Disana kami bertemu
murabbi. Tak lupa Kami pun saling mengecek bawaan. Dari awal memang berasa ada
yang kurang, dan bener aja, kami bawa dua kompor tapi hanya dengan satu panci! Astaghfirullah…
Satu lagi, kami juga ga bawa
kamera. Alhasil ga ada satu momen pun yang akan terekam dalam
jepretan-jepretan. HP kamera? Tahun 2005 itu barang mahal bro, hehe..
Karena hari sudah menjelang sore.
Akhirnya kami harus mengikhlaskan satu kompor yang jadi useless tersebut. Ga mungkin
lagi nyari panci. Bisa-bisa terlambat naik nanti. Perjalanan akhirnya
dilanjutkan sambil was-was semoga tidak terjadi hal-hal buruk di halimun nanti.
Maklum, ini pendakian pertama. Kecuali murabbi kami tentunya.
Tidak seperti yang diinginkan
bagi pendaki-pendaki newbie, Halimun tampak mendung sore itu. Rasa khawatir
menyeruak. Kalau hujan nanti gimana? Kalau badai? Aiih, pikiran udah melayang
kemana-mana. Tapi semangat ini masih membara dalam satu kalimat: Lanjutkan perjuangan
ini!
Setelah melengkapi administrasi dan registrasi di pintu masuk, kami memulai pendakian. Bismillah! Berangkat penuh semangat!
Halimun menyambut. Aroma khas
pegunungan mulai terasa. Semakin ke dalam semakin serasa di hutan belantara. Semakin
ke dalam semakin terdengar suara-suara alam. Gemericik air, gesekan daun-daun
yang diterpa angin, suara jangkrik, serta suara-suara alam lainnya menyatu pada
heningnya suasana perjalanan hari itu. Syahdu terdengar, seolah mendungpun
menyatu membawa ketenangan.
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.
QS Ali Imran : 190-191
Baru juga di pos dua tapi hujan deras
sudah menyambut. Karena cuaca juga mulai gelap, akhirnya kami memutuskan untuk
bermalam di pos dua. Kami pilih daerah yang paling dekat dengan sumber air. Tenda
yang kami bawa memang tidak begitu besar. Tapi dengan berbagi, semua kebagian.
Sejujurnya, bermalam pada hari
itu ga nyaman banget! Tenda untuk tiga orang kami paksakan untuk berlima. Pastinya
saling berhimpit. Hujan pula. Tenda kami tak luput dari bocor. Rasanya malam ini
ingin cepat selesai berganti pagi. Njuk, tiba-tiba malah kangen kehangatan dan
kenyamanan tempat tidur yang ada di rumah! Ya Allah. Baru di pos dua, rasa
syukur gw udah di uji!
Malam itu, gw bener-bener
diajarin bersyukur. Malam yang 180 derajat berbeda dari yang gw alami dirumah. Biasanya
malam dirumah penuh kehangatan nonton tv atau sambil ngobrol bareng keluarga sambil
nyruput teh anget. Tapi ini malah jadi pengalaman pertama di tengah hutan
belantara, kedinginan, kehujanan, tanpa TV ataupun radio --- hanya bunyi-bunyi alam dari hujan dan hewan malam, harus berbagi tempat dan makanan ditenda kecil
yang bocor, tidurpun ga nyenyak, pokoknya berasa jauh dari peradaban. Kalau
disimpulkan: malam itu bener-bener hal yang ga diharapkan!
Pagi itu, seusai sarapan kami
melanjutkan perjalanan. Sebelum berangkat, kami cek lagi supaya ga ada satupun
yang tertinggal. Bawaan terasa lebih berat karena basah. Wajar basah, semalam
kan ujan gede. Tapi ada sedikit yang aneh, kemana orang-orang yang kemarin ikut
bermalam di sekitar tenda? Pertanyaan itu tidak berlangsung lama karena gw
pikir mereka pasti berangkat lebih awal. Tapi, benarkah begitu?
Sepanjang perjalanan ditemani gerimis dan disuguhi
pemandangan yang bikin mata melotot walaupun sisa-sisa kabut juga masih terlihat. Jalan-jalan
licin membuat kami harus tetap waspada. Obrolan dan candaan selama perjalanan
membuat kami rileks dan tetap semangat menatap tujuan. Akhirnya setelah beberapa
jam, tibalah kami di puncak perjalanan. Alhamdulillah! Rasa lelah hilang
seketika melihat keindahan alam. Aneh, ada yang aneh tapi. Hanya kami yang ada
disana! Pendaki lain? Tidak ada!
bersambung ke Tausyiyah Terakhir (Bagian Dua)
No comments:
Post a Comment